Senin, 19 Mei 2014

HUKUM PERJANJIAN

Melalui pasal 1313 KUH Perdata, pembuat undang-undang merumuskan perjanjian sebagai berikut : “ suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

1. STANDAR KONTRAK
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
* Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
* Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

2. MACAM – MACAM PERJANJIAN
1.      Perjanjian Jual-beli
2.      Perjanjian Tukar Menukar
3.      Perjanjian Sewa-Menyewa
4.      Perjanjian Persekutuan
5.      Perjanjian Perkumpulan
6.      Perjanjian Hibah
7.      Perjanjian Penitipan Barang
8.      Perjanjian Pinjam-Pakai
9.      Perjanjian Pinjam Meminjam
10.  Perjanjian Untung-Untungan

3. SYARAT SAH PERJANJIAN
Sebelum membicarakan tentang syarat sahnya perjanjian, perlu diketahui terlebih dahulu bunyi pasal 1320 BW Belanda
Berdasarkan asas concordantie melalui S.1847 No.23 tanggal 30 April 1847, BW.Belanda diberlakukan untuk golongan Eropa di wilayah Hindia. Belanda (Indonesia) terhitung mulai tanggal  1 Mei 1848, hingga kondisi sekarang ini. Untuk itu BW Belanda harus disalin ke dalam Bahasa Indonesia.
Sebenarnya bunyi pasal 1320 BW, Belanda adalah : Untuk “adanya” (bestaanbaarheid) perjanjian diperlukan 4 syarat :
1.     Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.    Kecakapan untuk membuat perikatan
3.    Suatu hal tertentu
4.    Suatu sebab halal
Konsekuensi dari ketentuan tersebut adalah :
Ø  Agar suatu perjanjian itu sah maka empat syarat harus terpenuhi secara komulatif.
Ø  Jika tidak terpenuhi salah satu dari ke empat  syarat tersebut maka perjanjian yang bersangkutan tidak sah.
Jika dicermati, syarat pertama dan kedua merupakan syarat-syarat yang menyangkut subyek yang membuat perjanjian, karena itu biasa disebut syarat subyektif. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat-syarat yang menyangkut obyeknya sehingga biasa disebut syarat obyektif.
Menurut pasal 1321 KUH.Perdata, sepakat itu tidak sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Terkait dengan ketentuan ini, pasal 1449 KUH.Perdata menetapkan bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan paksaan,kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntuan untuk membatalkannya. Dalam hal ini undang-undang memberikan suatu hak kepada pihak yang dipaksa, yang merasa khilaf dan yang ditipu untuk menuntut pembatalan perjanjian melalui pengadilan, yang berarti perjanjian yang bersangkutan tidak menjadi batal sejak semula melainkan batal oleh putusan hakim yang bersifat konstituif atas dasar tuntutan salah satu pihak.

4. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Jika perjanjian itu ditutup secara lisan antara dua orang yang saling berhadap hadapan, kiranya tidak akan ada masalah kapan perjanjian lahir, karena pada saat orang mengakseptasi penawaran yang ditunjukan kepadanya, orang yang memberikan penawaran langsung tahu akseptasinya.  Lain halnya bila para pihak tidak saling berhadap-hadapan, berdomisili dikota yang berjauhan dan cara penawaran maupun akseptasinya dilakukan melalui alat komunikasi seperti surat atau telegram.
Untuk menetapkan kapan perjanjian lahir maka digunakan teori-teori sebagai berikut:
1.     Teori Pernyataan ( Uitingstheorie )
Menurut teori ini perjanjian lahir pada saat telah ditulis surat jawaban penerimaan (akseptasi). Konsekuensinya, pada saat tersebut pernyataan kehendak dari orang yang menawarkan dan yang memberikan akseptasi telah saling bertemu. Secara teoritis, dalam perjanjian telah lahir dan mengikat A dan B.
Kelemahannya :
-          Perjanjian telah lahir dan mengikat  sedangkan orang yang menawarkan belum tahu.
-          Perjanjian telah lahir pada saat orang yang mengakseptasi masih menguasai penuh atas surat akseptasi tersebut. Ia dapat mengulur atau bahkan membatalkan akseptasinya (membatalkan perjanjian secara sepihak) sementara pihak yang menawarkan tidak tahu.
2.    Teori Pengiriman ( Verzendingstheorie )
Menurut teori perjanjian lahir pada saat surat jawaban/akseptasi dikirimkan. Berdasarkan teori ini orang mempunyai pegangan yang relatif pasti mengenai saat lahirnya perjanjian, tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan sebab sejak surat dikirimkan, pihak yang mengakseptasi sudah tidak mempunyai kekuasaan lagi atas surat jawaban tersebut sehingga ia tidak dapat lagi mengulur atau membatalkan akseptasinya.
Kelemahannya :
-          Perjanjian telah lahir dan mengikat sedangkan orang yang menawarkan belum mengetahui akan hal itu.
3.    Teori Pengetahuan ( Vernemingstheorie )
Menurut teori ini, perjanjian lahir padaa saat surat jawaban (akseptasi) diketahui isinya oleh orang yang menawarkan. Teori ini sebenarnya yang paling sesuai dengan pengertian san syarat terjadinya sepakat, yaitu dua pernyataan kehendak telah saling bertemu dan saling dimengerti dan tentunya saling menyadari kalau masing- masing dirinya telah terikat.
Kelemahannya :
-          Tidak dapat dipastikan setelah menerima surat jawaban kapan pihak yang menawarkan membuka surat jawaban sehingga ia mengetahui bahwa penawarannya diakseptasi, yang berarti kapan perjanjian lahir menjadi tidak pasti.
-          Bagaimana kalau pihak yang menawarkan tidak dan tidak akan pernah membuka surat jawaban tersebut? Apakah berarti tidak pernah lahir perjanjian?
Untuk mengatasi kelemahan teori pengetahuan, Pitlo mengemukakan teori persangkaan yang juga dikenal dengan teori Pitlo, menurutnya perjanjian lahir pada saat dimana orang yang mengirimkan surat jawaban (pihak yang mengakseptasi) secara patut boleh mempersangkakan / beranggapan bahwa orang yang diberikan surat jawaban itu mengetahui isi jawaban itu.
Jadi bekerjanya teori Plito adalah sebagai berikut:
-          Surat jawaban harus sampai pada pihak yang menawarkan
-          Setelah jangka waktu tertentu (dengan melihat pada keadaan saat itu) pihak yang mengakseptasi patut mempersangkakan kapan hari / mengetahui jawaban tersebut.

4.    Teori Penerimaan ( Ontuangstheorie)
Menurut teori ini perjanjian lahir pada saat surat jawabaan itu diterima oleh pihak yang menawarkan terlepas dari apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Dengan kata lain, yang menentukan saat lahirnya perjanjian adalah saat surat jawaban (akseptasi) tersebut sampai pada alamat si penerima surat.

5. PERLIBATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat

Sumber :
Nur Wakhid, 2013, Hukum Perjanjian, FH. Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto



Tidak ada komentar:

Posting Komentar