HUKUM PERJANJIAN
Melalui pasal 1313 KUH Perdata,
pembuat undang-undang merumuskan perjanjian sebagai berikut : “ suatu
perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
1. STANDAR KONTRAK
Menurut Mariam Darus, standar
kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
* Kontrak standar umum artinya
kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan
kepada debitur.
* Kontrak standar khusus, artinya
kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk
para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2. MACAM – MACAM PERJANJIAN
1. Perjanjian
Jual-beli
2. Perjanjian
Tukar Menukar
3. Perjanjian
Sewa-Menyewa
4. Perjanjian
Persekutuan
5. Perjanjian
Perkumpulan
6. Perjanjian
Hibah
7. Perjanjian
Penitipan Barang
8. Perjanjian
Pinjam-Pakai
9. Perjanjian
Pinjam Meminjam
10. Perjanjian
Untung-Untungan
3. SYARAT SAH PERJANJIAN
Sebelum membicarakan tentang syarat
sahnya perjanjian, perlu diketahui terlebih dahulu bunyi pasal 1320 BW Belanda
Berdasarkan asas concordantie
melalui S.1847 No.23 tanggal 30 April 1847, BW.Belanda diberlakukan untuk
golongan Eropa di wilayah Hindia. Belanda (Indonesia) terhitung mulai tanggal 1 Mei 1848, hingga kondisi sekarang ini. Untuk
itu BW Belanda harus disalin ke dalam Bahasa Indonesia.
Sebenarnya bunyi pasal 1320 BW,
Belanda adalah : Untuk “adanya” (bestaanbaarheid) perjanjian diperlukan 4
syarat :
1.
Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat
perikatan
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab halal
Konsekuensi dari ketentuan tersebut
adalah :
Ø Agar suatu perjanjian itu sah maka empat syarat
harus terpenuhi secara komulatif.
Ø Jika tidak terpenuhi salah satu dari ke empat syarat tersebut maka perjanjian yang
bersangkutan tidak sah.
Jika dicermati, syarat pertama dan
kedua merupakan syarat-syarat yang menyangkut subyek yang membuat perjanjian,
karena itu biasa disebut syarat subyektif. Sedangkan syarat ketiga dan keempat
merupakan syarat-syarat yang menyangkut obyeknya sehingga biasa disebut syarat
obyektif.
Menurut pasal 1321 KUH.Perdata,
sepakat itu tidak sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau
diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Terkait dengan ketentuan ini, pasal
1449 KUH.Perdata menetapkan bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan
paksaan,kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntuan untuk
membatalkannya. Dalam hal ini undang-undang memberikan suatu hak kepada pihak
yang dipaksa, yang merasa khilaf dan yang ditipu untuk menuntut pembatalan
perjanjian melalui pengadilan, yang berarti perjanjian yang bersangkutan tidak
menjadi batal sejak semula melainkan batal oleh putusan hakim yang bersifat
konstituif atas dasar tuntutan salah satu pihak.
4. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Jika perjanjian itu ditutup secara
lisan antara dua orang yang saling berhadap hadapan, kiranya tidak akan ada
masalah kapan perjanjian lahir, karena pada saat orang mengakseptasi penawaran
yang ditunjukan kepadanya, orang yang memberikan penawaran langsung tahu
akseptasinya. Lain halnya bila para
pihak tidak saling berhadap-hadapan, berdomisili dikota yang berjauhan dan cara
penawaran maupun akseptasinya dilakukan melalui alat komunikasi seperti surat
atau telegram.
Untuk menetapkan kapan perjanjian
lahir maka digunakan teori-teori sebagai berikut:
1.
Teori Pernyataan ( Uitingstheorie
)
Menurut teori ini
perjanjian lahir pada saat telah ditulis surat jawaban penerimaan (akseptasi). Konsekuensinya,
pada saat tersebut pernyataan kehendak dari orang yang menawarkan dan yang
memberikan akseptasi telah saling bertemu. Secara teoritis, dalam perjanjian
telah lahir dan mengikat A dan B.
Kelemahannya :
-
Perjanjian telah lahir
dan mengikat sedangkan orang yang
menawarkan belum tahu.
-
Perjanjian telah lahir
pada saat orang yang mengakseptasi masih menguasai penuh atas surat akseptasi
tersebut. Ia dapat mengulur atau bahkan membatalkan akseptasinya (membatalkan
perjanjian secara sepihak) sementara pihak yang menawarkan tidak tahu.
2.
Teori Pengiriman ( Verzendingstheorie
)
Menurut teori
perjanjian lahir pada saat surat jawaban/akseptasi dikirimkan. Berdasarkan teori
ini orang mempunyai pegangan yang relatif pasti mengenai saat lahirnya
perjanjian, tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan sebab sejak surat
dikirimkan, pihak yang mengakseptasi sudah tidak mempunyai kekuasaan lagi atas
surat jawaban tersebut sehingga ia tidak dapat lagi mengulur atau membatalkan
akseptasinya.
Kelemahannya :
-
Perjanjian telah lahir
dan mengikat sedangkan orang yang menawarkan belum mengetahui akan hal itu.
3.
Teori Pengetahuan ( Vernemingstheorie
)
Menurut teori ini,
perjanjian lahir padaa saat surat jawaban (akseptasi) diketahui isinya oleh
orang yang menawarkan. Teori ini sebenarnya yang paling sesuai dengan
pengertian san syarat terjadinya sepakat, yaitu dua pernyataan kehendak telah
saling bertemu dan saling dimengerti dan tentunya saling menyadari kalau
masing- masing dirinya telah terikat.
Kelemahannya :
-
Tidak dapat dipastikan
setelah menerima surat jawaban kapan pihak yang menawarkan membuka surat
jawaban sehingga ia mengetahui bahwa penawarannya diakseptasi, yang berarti
kapan perjanjian lahir menjadi tidak pasti.
-
Bagaimana kalau pihak
yang menawarkan tidak dan tidak akan pernah membuka surat jawaban tersebut? Apakah
berarti tidak pernah lahir perjanjian?
Untuk mengatasi
kelemahan teori pengetahuan, Pitlo mengemukakan teori persangkaan yang juga
dikenal dengan teori Pitlo, menurutnya perjanjian lahir pada saat dimana orang
yang mengirimkan surat jawaban (pihak yang mengakseptasi) secara patut boleh
mempersangkakan / beranggapan bahwa orang yang diberikan surat jawaban itu
mengetahui isi jawaban itu.
Jadi bekerjanya
teori Plito adalah sebagai berikut:
-
Surat jawaban harus
sampai pada pihak yang menawarkan
-
Setelah jangka waktu
tertentu (dengan melihat pada keadaan saat itu) pihak yang mengakseptasi patut
mempersangkakan kapan hari / mengetahui jawaban tersebut.
4.
Teori Penerimaan (
Ontuangstheorie)
Menurut teori ini
perjanjian lahir pada saat surat jawabaan itu diterima oleh pihak yang
menawarkan terlepas dari apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak
dibuka. Dengan kata lain, yang menentukan saat lahirnya perjanjian adalah saat
surat jawaban (akseptasi) tersebut sampai pada alamat si penerima surat.
5. PERLIBATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan
disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan
barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang
dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan
penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian
pembayaran.
Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran
pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada
umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan
sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau
transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas
namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas
barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai
berikut:
1) Harus ada perjanjian yang
bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title),
dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori
abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang
mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata
(feitelijk)
Penafsiran dalam Pelaksanaan
Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak-
pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah
disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin
menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian
lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun
pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang
memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
Sumber :
Nur Wakhid, 2013, Hukum Perjanjian,
FH. Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar