BAB I
PENDAHULUAN
Pajak
merupakan pungutan wajib kepeda mereka yang seharusnya membayar dan pemerintah
dapat memkasa, pajak harus berdasarkan undang – undang dan jika kita sudah
membayar pajak tidak ada imbalan langsung untuk diri pribadi tetapi manfaatnya
untuk semua dan untuk melayani kepentingan umum. Banyak pengertian pajak dari
beberapa ahli ;
Definisi pajak
yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, S.H :
Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi
tersebut kemudian disempurnakan menjadi:
Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin
dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public invesment.
Definisi pajak
yang dikemukakan oleh S.I.
Djajadiningrat:
Pajak sebagai suatu
kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan
suatu keadaan,kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintak serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung
untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Definisi pajak
yang dikemukakan oleh Dr.N.J.Feldmann:
Pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang
ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata mata digunakan
untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum.
CIRI – CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK
Dari beberapa
definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pajak
dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang – undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
3. Pajak
dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4.
Pajak diperuntukan bagi
pengeluaran – pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat
surplus digunakan untuk membiayai public
investment.
FUNGSI PAJAK
Terdapat
dua fungsi pajak yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi
regularend (pengatur).
·
Fungsi
Budgetair (Sumber Keuangan Negara);
Pajak mempunyai fungsi
budgetair,artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin mapun pembangunan. Contoh nya seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
·
Fungsi
Regularend (Pengatur);
Pajak mempunyai fungsi
pengatur,artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta tujuan-tujuan tertentu di luar
bidang keuangan.
JENIS
PAJAK
1.
Menurut
Golongan
Pajak dikelompokan menjadi dua:
a) Pajak Langsung,
pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
b) Pajak Tidak Langsung, pajak
yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau
pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa,
atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan
barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini dibayarkan
oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi dapat dibebankan kepada
konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga jual
barang atau jasa)
2.
Menurut
Sifat
Pajak dapat dikelompokan menjadi
dua, yaitu:
a.
Pajak
Subjektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan
subjeknya.
Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat Subjek
Pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut
memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, banyak nya anak,
dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib Pajak tersebut selanjutnya
digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.
b.
Pajak
Objektif, pajak yang pengenaanya memerhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan
pribadi Subjeknya Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3.
Menurut
Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokan menjadi dua,
yaitu:
a)
Pajak
Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut
olehpemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umunya. Contoh: PPh,PPN,PPnBM.
b)
Pajak
Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabuoaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing. Contoh: Pajak
kendaraan bermotor.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam memungut
pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu:
A.
Official
Assessment System
Sistem
pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-udangan
perpajakan yan berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung
dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan.
B.
Self
Assessment System
Sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri
jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta
kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak.
Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang
perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta
menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
C.
With
Holding System
Sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus Penyelewengan Pajak Rp 130 Juta,
Mantan Kades Ditangkap di Jakarta
Mantan Kepala Desa (Kades) Sedayu,
Kecamatan Pracimantoro, Hendra Budi Haryanto ditangkap pihak Kejaksaan Negeri
(Kejari) Wonogiri saat bekerja sebagai buruh bangunan di Jakarta. Hendra diduga
menyelewengkan dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 130 juta untuk
keperluan pribadinya. Setahun lalu saat kasus itu masih dalam tahap
penyelidikan, Hendra kabur dari desanya.
Kepala Kejaksaan Negeri, Muhaji melalui
Kasi Pidana Khusus, Sucipto mengatakan setelah ditangkap Jumat (14/6) lalu,
Hendra dibawa pulang dan tiba di Wonogiri, Sabtu (15/6) siang.
“Saat itu dirinya tengah berada di satu
proyek bangunan bekerja sebagai buruh. Katanya saat itu tengah membuat sumur
bor di sekitar proyek. Menurutnya, ia ke Jakarta untuk mencari uang untuk
mengganti uang yang diselewengkan, tanpa bermaksud kabur,” terang Sucipto
kepada wartawan, Selasa (18/6).
Meski begitu, kepergiannya tanpa izin
dan terkesan kabur membuatnya masuk sebagai buron. Ia pun langsung dititipkan
ke Rutan Kelas II B Wonogiri. “(Hendra) sempat bertemu dengan kedua anak dan
istrinya. Ya sampai tangis-tangisan, tapi bagaimana pun proses yang kini masuk
tahap penyidikan harus tetap berjalan. Dilematis kalau sudah dihadapkan pada
situasi seperti ini,” lanjutnya.
Sucipto menuturkan, kerugian negara
akibat dana PBB yang diselewengkan Hendra sekitar Rp 130-an juta. Jumlah itu
merupakan dana PBB tahun 2004 sampai 2010. Menurutnya, uang yang dikumpulkan
oleh kepala dusun dari warga dipergunakan oleh Hendra. Bukannya diganti, setiap
tahun uang justru banyak yang diselewengkan. Sebelum kabur, Hendra pernah
sekali memenuhi panggilan Kejaksaan untuk dimintai keterangan.
“Setelah itu lama tidak datang, lalu
disurati lagi. Karena lama juga tidak datang akhirnya tim ke rumahnya. Katanya
pergi ke Jakarta. Ada yang bilang ke Kalimantan. Akhirnya kami meminta bantuan
dari monitoring center Kejagung,” lanjut dia.
Menurutnya, dulu saat ditanya peruntukan
dana PBB, Hendra mengaku menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari. “Di
antaranya untuk jagong dan kepentingan sosial lainnya. Apa yang
diperbuat mantan Kades ini sempat diikuti oleh Kades lainnya, tapi akhirnya
bisa mengembalikan uang lagi dan jumlah tidak banyak,” terang dia.
Dikatakan Sucipto, kasus seperti ini
banyak terjadi di bawah. Desa Pracimantoro juga sempat diperiksa Kejaksaan
karena banyak tunggakan PBB. “Setelah dicek ternyata banyak Kadus yang
menggunakan uang itu untuk berbagai kepentingan, namun memang akhirnya
dikembalikan dan jumlahnya tidak besar. Biasanya untuk keperluan mendadak
seperti untuk berobat istri yang sedang sakit dan ada yang karena kecelakaan
akhirnya uang dipergunakan untuk berobat dulu,” terang dia.
BAB III
KESIMPULAN
Walaupun masyarakat Indonesia sudah tau
ada hukum yang mengatur semua yang bersangkutan dengan pelanggaran yang dibuat
setiap kalinya,tetapi kesadaran masyarakat akan hal itu masih kurang,masih
banyak di negara ini yang melakukan penyelewengan atas pajak, padahal pajak itu
sendiri bukan untuk pribadi melainkan untuk kepentingan masyarakat yang lain
tetapi malah dipakai untuk kepentingan pribadi dan itu perilaku yang salah
karena yang pastinya sangat merugikan banyak pihak. Dari kasus diatas bisa kita
ambil baiknya bahwa si pelaku masih mau berusaha untuk bisa mengembalikan uang
yang telah dia selewengkan dengan bekerja sebagai buruh bangunan dengan begitu
dia masih mempunya rasa tanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan, tetapi sisi
buruknya tetap saja tidak patut untuk dicontoh oleh kita yang mana kita tau
bahwa tindakan menyelewengkan pajak sangat merugikan negara dan orang lain.
Harapan yang baik atas adanya kejadian seperti ini kedepannya bisa lebih di
minimalkan perilaku seperti ini kalau perlu kita cegah agar tidak ada lagi yang
namanya peneylewengan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar