Rabu, 05 November 2014

PAJAK


BAB I

PENDAHULUAN
Pajak merupakan pungutan wajib kepeda mereka yang seharusnya membayar dan pemerintah dapat memkasa, pajak harus berdasarkan undang – undang dan jika kita sudah membayar pajak tidak ada imbalan langsung untuk diri pribadi tetapi manfaatnya untuk semua dan untuk melayani kepentingan umum. Banyak pengertian pajak dari beberapa ahli ;
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public invesment.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat:
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintak serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Dr.N.J.Feldmann:
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata mata digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum.

CIRI – CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK
Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.      Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang – undang serta aturan pelaksanaannya.
2.      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3.      Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4.      Pajak diperuntukan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus digunakan untuk membiayai public investment.

FUNGSI PAJAK
Terdapat dua fungsi pajak yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).
·         Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara);
Pajak mempunyai fungsi budgetair,artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin mapun pembangunan. Contoh nya seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.

·         Fungsi Regularend (Pengatur);
Pajak mempunyai fungsi pengatur,artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

       JENIS PAJAK
1.      Menurut Golongan
Pajak dikelompokan menjadi dua:

a)      Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
b)      Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa)

2.      Menurut Sifat
Pajak dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:

a.      Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat Subjek Pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, banyak nya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib Pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.
b.      Pajak Objektif, pajak yang pengenaanya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi Subjeknya Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3.      Menurut Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu:

a)      Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut olehpemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umunya. Contoh: PPh,PPN,PPnBM.
b)     Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabuoaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak kendaraan bermotor.

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu:
A.    Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-udangan perpajakan yan berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan.
B.     Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
C.    With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.



BAB II


PEMBAHASAN
Kasus Penyelewengan Pajak Rp 130 Juta, Mantan Kades Ditangkap di Jakarta

Mantan Kepala Desa (Kades) Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Hendra Budi Haryanto ditangkap pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri saat bekerja sebagai buruh bangunan di Jakarta. Hendra diduga menyelewengkan dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 130 juta untuk keperluan pribadinya. Setahun lalu saat kasus itu masih dalam tahap penyelidikan, Hendra kabur dari desanya.
Kepala Kejaksaan Negeri, Muhaji melalui Kasi Pidana Khusus, Sucipto mengatakan setelah ditangkap Jumat (14/6) lalu, Hendra dibawa pulang dan tiba di Wonogiri, Sabtu (15/6) siang.
“Saat itu dirinya tengah berada di satu proyek bangunan bekerja sebagai buruh. Katanya saat itu tengah membuat sumur bor di sekitar proyek. Menurutnya, ia ke Jakarta untuk mencari uang untuk mengganti uang yang diselewengkan, tanpa bermaksud kabur,” terang Sucipto kepada wartawan, Selasa (18/6).
Meski begitu, kepergiannya tanpa izin dan terkesan kabur membuatnya masuk sebagai buron. Ia pun langsung dititipkan ke Rutan Kelas II B Wonogiri. “(Hendra) sempat bertemu dengan kedua anak dan istrinya. Ya sampai tangis-tangisan, tapi bagaimana pun proses yang kini masuk tahap penyidikan harus tetap berjalan. Dilematis kalau sudah dihadapkan pada situasi seperti ini,” lanjutnya.
Sucipto menuturkan, kerugian negara akibat dana PBB yang diselewengkan Hendra sekitar Rp 130-an juta. Jumlah itu merupakan dana PBB tahun 2004 sampai 2010. Menurutnya, uang yang dikumpulkan oleh kepala dusun dari warga dipergunakan oleh Hendra. Bukannya diganti, setiap tahun uang justru banyak yang diselewengkan. Sebelum kabur, Hendra pernah sekali memenuhi panggilan Kejaksaan untuk dimintai keterangan.
“Setelah itu lama tidak datang, lalu disurati lagi. Karena lama juga tidak datang akhirnya tim ke rumahnya. Katanya pergi ke Jakarta. Ada yang bilang ke Kalimantan. Akhirnya kami meminta bantuan dari monitoring center Kejagung,” lanjut dia.
Menurutnya, dulu saat ditanya peruntukan dana PBB, Hendra mengaku menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari. “Di antaranya untuk jagong dan kepentingan sosial lainnya. Apa yang diperbuat mantan Kades ini sempat diikuti oleh Kades lainnya, tapi akhirnya bisa mengembalikan uang lagi dan jumlah tidak banyak,” terang dia.
Dikatakan Sucipto, kasus seperti ini banyak terjadi di bawah. Desa Pracimantoro juga sempat diperiksa Kejaksaan karena banyak tunggakan PBB. “Setelah dicek ternyata banyak Kadus yang menggunakan uang itu untuk berbagai kepentingan, namun memang akhirnya dikembalikan dan jumlahnya tidak besar. Biasanya untuk keperluan mendadak seperti untuk berobat istri yang sedang sakit dan ada yang karena kecelakaan akhirnya uang dipergunakan untuk berobat dulu,” terang dia.

BAB III

KESIMPULAN
Walaupun masyarakat Indonesia sudah tau ada hukum yang mengatur semua yang bersangkutan dengan pelanggaran yang dibuat setiap kalinya,tetapi kesadaran masyarakat akan hal itu masih kurang,masih banyak di negara ini yang melakukan penyelewengan atas pajak, padahal pajak itu sendiri bukan untuk pribadi melainkan untuk kepentingan masyarakat yang lain tetapi malah dipakai untuk kepentingan pribadi dan itu perilaku yang salah karena yang pastinya sangat merugikan banyak pihak. Dari kasus diatas bisa kita ambil baiknya bahwa si pelaku masih mau berusaha untuk bisa mengembalikan uang yang telah dia selewengkan dengan bekerja sebagai buruh bangunan dengan begitu dia masih mempunya rasa tanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan, tetapi sisi buruknya tetap saja tidak patut untuk dicontoh oleh kita yang mana kita tau bahwa tindakan menyelewengkan pajak sangat merugikan negara dan orang lain. Harapan yang baik atas adanya kejadian seperti ini kedepannya bisa lebih di minimalkan perilaku seperti ini kalau perlu kita cegah agar tidak ada lagi yang namanya peneylewengan pajak.


DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.